Merdeka.com - Anda pasti sering melihat di pinggir jalan papan nama tukang gigi atau ahli gigi. Profesi ini sudah eksis di Indonesia sejak lama. Sempat dilarang oleh Kementerian Kesehatan, praktik tukang gigi hingga kini masih eksis. Bagaimana mereka bisa bertahan hidup dari zaman ke zaman?
Tukang gigi menjadi alternatif bagi sebagian orang untuk masalah gigi mereka. Ketimbang ke dokter, mereka memilih datang ke tukang gigi pinggir jalan. Sejatinya, para tukang gigi ini hanya menawarkan jasa pembuatan gigi palsu. Namun belakangan, mirip praktik dokter gigi di rumah sakit atau klinik, beberapa tukang gigi mampu menambal atau mencabut gigi hingga pemasangan kawat gigi atau behel. Padahal berdasarkan aturan, praktik itu dilarang, karena mereka hanya diperbolehkan menyediakan pembuatan gigi palsu.
Dari mana para tukang gigi itu bisa memiliki keahlian layaknya dokter gigi? Jazuli Idris (50), tukang gigi yang berada di kawasan condet Jakarta, Timur mengaku membuka jasa ahli gigi sejak tahun 1980-an. Pria asal Pamekasan, Madura, Jawa Timur itu menggeluti profesi tukang gigi sejak masih bujangan hingga kini punya dua anak yang telah dewasa.
Dari lokasi yang berpindah-pindah, Haji Idris, begitu dia biasa disapa, kini memiliki 'klinik' gigi depan rumahnya. Saat merdeka.com mengunjungi ke tempat praktiknya, ruangannya mirip di klinik gigi milik dokter resmi. Terdapat sebuah kursi khusus pasien yang mirip di klinik dan alat-alat kedokteran. Bedanya, saat berpraktik, Haji Idris tidak memakai jas dokter berwarna putih.
"Walaupun ada kursi seperti di (klinik) dokter gigi tapi saya hanya memasang gigi dan membuat gigi saja," kata Jazuli ketika ditemui merdeka.com di ruang kerjanya, Condet, Jakarta Timur, Kamis (5/1) lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar